Untuk membicarakan sistem produksi, maka mau tidak mau kita akan terkait kepada apa yang dimaksud dengan sistem dan apa yang dimaksud dengan produksi. Sistem dapat diartikan sebagai gabungan dari beberapa unit atau elemen atau subsistem yang saling menunjang untuk mencapai tujuan tertentu (Ayari, 2002). Adapun pengertian produksi sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, yaitu merupakan penciptaan atau penambahan manfaat. Baik manfaat itu berupa bentuk, waktu, tempat, maupun gabungan dari manfaat-manfaat tersebut.
Dari pengertian sistem dan produksi
diatas dapat ditarik definisi sistem produksi yaitu gabungan dari beberapa unit
atau elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan
proses produksi dalam suatu perusahaan tertentu. Beberapa elemen yang termasuk
dalam sistem produksi ini adalah produk perusahaan, lokasi pabrik, letak dan
fasilitas produksi yang dipergunkan dalam perusahaan, lingkungan kerja
karyawan, serta standar produksi yang berlaku dalam perusahaan tersebut. Elemen
atau subsistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem
produksi.
1.
Sistem Produksi
Menurut Tujuan Operasi
Dilihat dari tujuan melakukan
operasinya dalam hubungannya dengan penentuan kebutuhan konsumen, maka sistem
produksi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu (Bedworth dan Bailey, 1987) :
a.
Engineering to Order (ETO), yaitu bila
pemesan meminta produsen untuk membuat produk yang dimulai dari proses
perancangannya (rekayasa).
b.
Assembly to Order (ATO), yaitu bila
produsen membuat desain standar, modul-modul operasional standar sebelumnya dan
merakit suatu kombinasi tertentu dari modul standar tersebut bisa dirakit untuk
berbagai tipe produk. Contohnya adalah pabrik mobil, dimana mereka menyediakan
pilihan transmisi secara manual atau otomatis, AC, Audio, opsi-opsi interior,
dan opsi-opsi khusus. Sebagaimana juga warna bodi yang khusus.
Komponen-komponen tersebut telah disiapkan terlebih dahulu dan akan mulai
diproduksi begitu pesanan dari agen datang.
c.
Make to Order (MTO), yaitu bila
produsen melaksanakan item akhirnya jika dan hanya jika telah menerima pesanan
konsumen untuk item tersebut. Bila item tersebut bersifat dan mempunyai desain
yang dibuat menurut pesanan, maka konsumen mungkin bersedia menunggu hingga
produsen dapat menyelesaikannya.
d.
Make to Stock (MTS), yaitu bila
produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan
sebelum pesanan konsumen diterima. Item terakhir tersebut baru akan dikirim
dari sistem persediaan setelah pesanan konsumen diterima.
2.
Sistem Produksi
Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk
Dalam kegiatan desain produk, titik
berat perhatian kita adalah pada masalah “apa” yang diproduksi. Sedangkan untuk
kegiatan desain proses penekannannya adalah pada bagian bagaimana kita
memproduksi. Kriteria terpenting dalam mengklasifikasikan proses produksi
adalah jenis aliran operasi dari unit-unit produk yang melalui tahapan
konversi. Ada tiga jenis dasar aliran operasi, yaitu flow shop, job shop, dan
proyek (Kostas, 1982). Ketiga dasar aliran operasi ini berkembang menjadi
aliran operasi modifikasi dan ketiganya, yaitu batch dan continuous.
Adapun karakteristik dari masing-masing aliran operasi tersebut adalah sebagai
berikut :
a.
Flow Shop, yaitu proses konversi dimana unit-unit output secara berturut-turut melalui
urutan operasi yang sama pada mesin-mesin khusus, biasanya ditempatkan
sepanjang suatu lintasan produksi. Proses jenis ini biasanya digunkan untuk
produk yang mempunyai desain dasar yang luas, diperlukan penyusunan bentuk
proses produksi flow shop yang
biasanya bersifat MTS (Make to Stock).
Bentuk umum proses flow shop kontinyu dan flow shop terputus. Pada flow
shop kontinyu, proses bekerja untuk memproduksi jenis output yang sama.
Pada flow shop terputus, kerja proses
secara periodik diinterupsi untuk melakukan set
up bagi pembuatan produk dengan spesifikasi yang berbeda.
b.
Continuous, proses ini merupakan bentuk sistem dari flow shop dimana terjadi aliran material
yang konstan. Contoh dari proses continuous
adalah industri penyulingan minyak, pemrosesan kimia, dan industri-industri
lain dimana kita tidak dapat mengidentifikasikan unit-unit output prosesnya secara tepat. Biasanya satu lintasan produksi pada
proses kontinyu hanya dialokasikan untuk satu jenis produk saja.
c.
Job shop, yaitu merupakan bentuk proses konversi di mana
unit-unit untuk pesanan yang berbeda akan mengikuti urutan yang berbeda pula
dengan melalui pusat-pusat kerja yang dikelompokkan berdasarkan fungsinya.
Volume produksi tiap jenis produk sedikit, variasi produksi banyak, lama
produksi tiap produk agak panjang, dan tidak ada lintasan produksi khusus. Job shop ini bertujuan memenuhi
kebutuhan khusus konsumen, jadi biasanya bersifat MTO (Make to Order).
d.
Batch, yaitu merupakan bentuk satu langkah kedepan
dibandingkan job shop dalam hal ini
standarisasi produk, tetapi tidak terlalu standarisasi seperti pada flow shop. Sistem batch memproduksi banyak variasi produk dan volume, lama produsi
untuk tiap produk agak pendek, dan satu lintasan produksi dapat digunkan untuk
beberapa tipe produk. Pada sistem ini, pembuatan produk dengan tipe yang
berbeda akan mengakibatkan pergantian peralatan produksi, sehingga sistem
tersebut harus “general purpose” dan
fleksibel untuk produk dengan volume rendah tetapi variasinya tinggi. Tetapi,
volume batch yang lebih banyak dapat
diproses secara berbeda, misalnya memproduksi beberapa batch lebih untuk tujuan MTS dari pada MTO.
e.
Proyek, yaitu
merupakan penciptaan suatu jenis produk yang akan rumit dengan suatu
pendefinisian urutan tugas-tugas yang teratur akan kebutuhan sumber daya dan
dibatasi oleh waktu penyelesaiannya. Pada jenis proyek ini, beberapa fungsi
mempengaruhi produksi seperti perencanaan, desain, pembelian, pemasaran,
penambahan personal atau mesin (yang biasanya dilakukan secara terpisah pada
sistem job shop dan flow shop) harus diintegrasi sesuai
dengan urutan-urutan waktu penyelesaian, sehingga dicapai penyelesaian
ekonomis.
No comments:
Post a Comment